x

Buruh di Brebes Tolak KRIS, Nilai Tidak Adil dan Ancam Gelar Aksi Demo

5 minutes reading
Friday, 23 May 2025 11:42 0 14 pemalinews@gmail.com

BREBES – Rencana pemerintah memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 1 Juli 2025 mendapat penolakan dari sejumlah serikat buruh di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi menurunkan kualitas layanan kesehatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama bagi kalangan pekerja.

Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Brebes, Sugeng Luminto, secara tegas menyatakan pihaknya menolak pemberlakuan KRIS. Menurutnya, kebijakan ini tidak adil karena menyamaratakan pelayanan tanpa mempertimbangkan besaran iuran yang selama ini dibayarkan peserta.

“Pekerja yang sudah membayar iuran kelas 1, nanti hanya dapat layanan standar. Ini tidak adil. Kami merasa dirugikan,” kata Sugeng, Jumat (23/5/2025).

Sugeng menegaskan bahwa penolakan ini bukan tanpa dasar. Para buruh, kata dia, sudah menunaikan kewajiban dengan membayar iuran tinggi, sehingga sewajarnya tetap mendapatkan pelayanan sesuai haknya.

Jika kebijakan KRIS tetap diterapkan, Sugeng mengaku pihaknya siap turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa.

“Kami pertimbangkan untuk aksi demo jika pemerintah tetap memaksakan pemberlakuan KRIS,” ujarnya.

Senada dengan Sugeng, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Brebes, Beni Aryono, juga menyatakan keberatan terhadap penerapan KRIS. Ia juga menjabat Ketua Aliansi Serikat Pekerja Kabupaten Brebes.

Menurut Beni, penyamaan kelas rawat inap perlu disertai kebijakan iuran yang juga disesuaikan. Jika kelas dihapus, maka iuran pun sebaiknya tidak dibedakan.

“Pada prinsipnya kami tidak menolak. Tapi iuran harus disamaratakan juga. Kalau tidak, itu tidak adil,” kata Beni.

Beni menambahkan, banyak pekerja selama ini disiplin membayar iuran kelas 1. Bila kemudian layanan yang diterima sama seperti peserta kelas 3, tentu akan menimbulkan rasa ketidakpuasan.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, Ineke Tri Sulityowati, menyatakan bahwa seluruh rumah sakit di daerahnya diminta untuk menyiapkan fasilitas rawat inap sesuai standar KRIS.

“Standar kelas akan disatukan. Mulai dari kelas 1 sampai 3 akan digantikan dengan kelas standar. Semua rumah sakit harus siap sebelum 1 Juli 2025,” jelas Ineke.

Ineke menyebutkan, penyeragaman ini bertujuan menciptakan layanan kesehatan yang setara untuk seluruh peserta JKN. Ia berharap rumah sakit dapat memenuhi standar sesuai ketentuan dari Kementerian Kesehatan.

Menanggapi penolakan dari buruh, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tegal, Chohari, mengatakan bahwa lembaganya akan tetap mengikuti regulasi pemerintah.

“BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik akan mematuhi semua kebijakan pemerintah, termasuk soal KRIS,” ujar Chohari.

Namun, hingga saat ini, Chohari mengungkapkan bahwa aturan teknis pelaksanaan KRIS masih belum diterbitkan. Regulasi turunan dari Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 masih dalam tahap penyusunan.

“Kami belum menerima aturan turunannya. Tapi kami berharap KRIS bisa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,” kata dia.

Chohari menambahkan, dalam pelaksanaan KRIS nanti, aspek mutu layanan akan menjadi fokus utama, bukan hanya sekadar penyeragaman fasilitas.

“KRIS diharapkan menjadi upaya perbaikan layanan, bukan penurunan kualitas,” tutupnya.

Naskah:

BREBES – Rencana pemerintah memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 1 Juli 2025 mendapat penolakan dari sejumlah serikat buruh di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi menurunkan kualitas layanan kesehatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama bagi kalangan pekerja.

Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Brebes, Sugeng Luminto, secara tegas menyatakan pihaknya menolak pemberlakuan KRIS. Menurutnya, kebijakan ini tidak adil karena menyamaratakan pelayanan tanpa mempertimbangkan besaran iuran yang selama ini dibayarkan peserta.

“Pekerja yang sudah membayar iuran kelas 1, nanti hanya dapat layanan standar. Ini tidak adil. Kami merasa dirugikan,” kata Sugeng saat diwawancarai, Jumat (23/5/2025).

Sugeng menegaskan bahwa penolakan ini bukan tanpa dasar. Para buruh, kata dia, sudah menunaikan kewajiban dengan membayar iuran tinggi, sehingga sewajarnya tetap mendapatkan pelayanan sesuai haknya.

Jika kebijakan KRIS tetap diterapkan, Sugeng mengaku pihaknya siap turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa.

“Kami pertimbangkan untuk aksi demo jika pemerintah tetap memaksakan pemberlakuan KRIS,” ujarnya.

Senada dengan Sugeng, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Brebes, Beni Aryono, juga menyatakan keberatan terhadap penerapan KRIS. Ia juga menjabat Ketua Aliansi Serikat Pekerja Kabupaten Brebes.

Menurut Beni, penyamaan kelas rawat inap perlu disertai kebijakan iuran yang juga disesuaikan. Jika kelas dihapus, maka iuran pun sebaiknya tidak dibedakan.

“Pada prinsipnya kami tidak menolak. Tapi iuran harus disamaratakan juga. Kalau tidak, itu tidak adil,” kata Beni.

Beni menambahkan, banyak pekerja selama ini disiplin membayar iuran kelas 1. Bila kemudian layanan yang diterima sama seperti peserta kelas 3, tentu akan menimbulkan rasa ketidakpuasan.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, Ineke Tri Sulityowati, menyatakan bahwa seluruh rumah sakit di daerahnya diminta untuk menyiapkan fasilitas rawat inap sesuai standar KRIS.

“Standar kelas akan disatukan. Mulai dari kelas 1 sampai 3 akan digantikan dengan kelas standar. Semua rumah sakit harus siap sebelum 1 Juli 2025,” jelas Ineke.

Ineke menyebutkan, penyeragaman ini bertujuan menciptakan layanan kesehatan yang setara untuk seluruh peserta JKN. Ia berharap rumah sakit dapat memenuhi standar sesuai ketentuan dari Kementerian Kesehatan.

Menanggapi penolakan dari buruh, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tegal, Chohari, mengatakan bahwa lembaganya akan tetap mengikuti regulasi pemerintah.

“BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik akan mematuhi semua kebijakan pemerintah, termasuk soal KRIS,” ujar Chohari.

Namun, hingga saat ini, Chohari mengungkapkan bahwa aturan teknis pelaksanaan KRIS masih belum diterbitkan. Regulasi turunan dari Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 masih dalam tahap penyusunan.

“Kami belum menerima aturan turunannya. Tapi kami berharap KRIS bisa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,” kata dia.

Chohari menambahkan, dalam pelaksanaan KRIS nanti, aspek mutu layanan akan menjadi fokus utama, bukan hanya sekadar penyeragaman fasilitas.

“KRIS diharapkan menjadi upaya perbaikan layanan, bukan penurunan kualitas,” tutupnya.(*)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments

No comments to show.
x

You cannot copy content of this page